GUY6TpCoTSYiBUM9GSC6BSW5Gd==

Hindari Multitasking Saat Belajar: Bisa Jadi Salah Satu Bentuk Prokrastinasi

Banyak pelajar percaya bahwa mengerjakan beberapa hal sekaligus saat belajar adalah tanda kecerdasan, efisiensi, atau bahkan membuat kita merasa jadi individu yang paling produktif! Padahal, kenyataannya otak manusia tidak bekerja seperti komputer yang bisa memproses beberapa program secara paralel tanpa kehilangan kualitas hasil. Multitasking justru sering menjadi jebakan yang memperlambat kemajuan belajar dan diam-diam menjadi salah satu bentuk prokrastinasi.

Prokrastinasi tidak selalu terlihat seperti bermalas-malasan. Kadang, ia berwujud kesibukan semu — sibuk melakukan banyak hal, tapi bukan hal yang benar-benar penting. Multitasking saat belajar adalah salah satu contohnya.

Berikut adalah lima alasan kenapa multitasking saat belajar sebaiknya dihindari, beserta dampaknya yang sering tidak disadari.

1. Multitasking mengurangi kualitas fokus

Saat belajar sambil membuka ponsel, mendengarkan musik dengan lirik, atau membuka beberapa tab browser yang tidak relevan, fokus menjadi terpecah. Otak dipaksa berpindah-pindah tugas (task switching) dalam waktu singkat, yang justru menguras energi mental lebih banyak dibanding mengerjakan satu hal secara penuh.

Setiap kali fokus berpindah, otak membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri kembali ke tugas utama. Proses ini membuat kecepatan belajar melambat dan hasil pemahaman tidak maksimal. Walau terlihat sibuk, sebenarnya yang terjadi hanyalah kehilangan kedalaman dalam belajar.

Inilah alasan multitasking sering disebut sebagai prokrastinasi terselubung. Bukannya mengerjakan prioritas, otak malah mencari “pelarian” kecil lewat distraksi yang terlihat seperti produktivitas.

2. Menurunkan daya ingat jangka panjang

Penelitian menunjukkan bahwa memori bekerja lebih optimal ketika seseorang belajar dengan fokus tunggal. Saat perhatian terbagi, informasi yang diterima hanya tersimpan di memori jangka pendek.

Akibatnya, materi yang dipelajari cepat terlupa. Misalnya, saat mempersiapkan ujian, multitasking membuat konsep sulit diingat meskipun sudah dibaca berulang kali. Hal ini terjadi karena proses pengkodean informasi ke memori jangka panjang (encoding) terganggu oleh gangguan fokus. Dengan kata lain, multitasking saat belajar adalah seperti menuangkan air ke gelas yang retak — sebagian besar akan terbuang sebelum sempat digunakan.

3. Membuat proses belajar lebih lama dan melelahkan

Banyak yang mengira multitasking mempercepat pekerjaan. Kenyataannya, waktu belajar justru membengkak. Setiap kali fokus terganggu, otak memerlukan waktu tambahan untuk kembali ke alur berpikir sebelumnya (refocusing).

Akumulasi waktu yang terbuang ini sering kali tidak terasa, namun jika dihitung, total durasi belajar bisa menjadi dua kali lebih lama. Belum lagi efek sampingnya: tubuh dan pikiran menjadi cepat lelah, bahkan sebelum materi selesai dipahami.

Kelelahan ini memicu lingkaran setan prokrastinasi. Saat merasa lelah, belajar kembali ditunda, lalu mencoba “mengganti” waktu yang hilang dengan multitasking lagi, yang akhirnya hanya memperburuk situasi.

4. Meningkatkan risiko kesalahan

Multitasking juga meningkatkan risiko salah memahami materi. Perhatian yang terpecah membuat detail penting terlewat atau dipahami secara keliru. Kesalahan ini baru akan terlihat ketika mengerjakan latihan atau ujian, dan memperbaikinya sering kali memakan waktu lebih lama daripada jika dari awal fokus penuh.

Misalnya, saat mengerjakan soal matematika sambil membuka pesan di ponsel, rumus yang seharusnya digunakan bisa salah teringat. Atau ketika membaca teks bahasa Inggris sambil mendengarkan musik, arti kata bisa disalahpahami.

Kesalahan-kesalahan ini sering dianggap sepele, padahal dapat memengaruhi hasil belajar secara signifikan. Di sinilah terlihat bahwa multitasking bukan hanya memperlambat, tetapi juga berisiko merusak kualitas hasil belajar.

5. Menyamarkan prokrastinasi dalam bentuk sibuk

Salah satu tanda prokrastinasi adalah melakukan banyak hal kecil untuk menghindari satu hal besar yang lebih penting. Multitasking sering menjadi kedok sempurna untuk ini.

Misalnya, seseorang menyiapkan meja belajar sambil menonton video hiburan, membuka buku tapi juga sambil membalas pesan teman, atau membaca materi sambil terus memeriksa notifikasi. Semua itu terasa seperti belajar, padahal fokus utama hanya disentuh sebentar-sebentar. Kondisi ini berbahaya karena memberikan ilusi kemajuan. Padahal, yang terjadi hanyalah menunda kerja mendalam (deep work) yang dibutuhkan untuk memahami materi secara tuntas.

Multitasking saat belajar mungkin terlihat produktif, namun pada kenyataannya ia adalah bentuk penundaan terselubung yang bisa menghambat kemajuan. Dampaknya tidak main-main: menurunkan fokus, melemahkan daya ingat, memperlama waktu belajar, meningkatkan kesalahan, dan menyamarkan prokrastinasi dalam bentuk sibuk.

Solusinya adalah membangun kebiasaan belajar dengan satu fokus penuh. Matikan distraksi, tetapkan tujuan yang jelas untuk setiap sesi belajar, dan selesaikan satu tugas sebelum beralih ke tugas lain. Dengan begitu, setiap jam belajar akan menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dan hasil yang lebih memuaskan.

Belajar fokus tanpa multitasking memang butuh strategi, terutama bagi siswa yang mudah terdistraksi. Bimbel AIO Privat siap membantu mengarahkan belajar agar terstruktur, efektif, dan bebas dari kebiasaan yang menghambat.

✅ Guru berpengalaman yang memahami karakter belajar siswa

✅ Metode pembelajaran personal yang disesuaikan kebutuhan dari hasil asesmen

✅ Jadwal fleksibel mengikuti ritme dan rutinitas

✅ Materi pembelajaran yang terarah dan fokus

✅ Hasil belajar terukur dan signifikan. Plus sesi evaluasi dari tutor

✅ JAMINAN HARGA TERMURAH

 

Belajar jadi lebih fokus, efektif, dan menyenangkan bersama Bimbel AIO Privat.

Konsultasikan ke admin kami melalui Whatsapp 0816853042

Hindari Multitasking Saat Belajar: Bisa Jadi Salah Satu Bentuk Prokrastinasi

0

0 Komentar untuk "Hindari Multitasking Saat Belajar: Bisa Jadi Salah Satu Bentuk Prokrastinasi"

Chat with us on WhatsApp