Bagi sebagian orang tua, teknologi ibarat pedang bermata
dua. Di satu sisi, teknologi membuka peluang belajar lebih cepat, menyediakan
materi yang tidak terbatas, serta membuat anak akrab dengan dunia digital sejak
dini. Namun, di sisi lain, jika tidak dikendalikan, gadget justru bisa membuat
anak kecanduan, mudah terdistraksi, dan sulit fokus ketika belajar.
Pertanyaan penting pun muncul:
Bagaimana agar anak tetap bisa memanfaatkan teknologi
tanpa terjebak pada dampak negatifnya?
Jawabannya ada pada keseimbangan.
Belajar bukan sekadar menerima informasi, melainkan juga melatih konsentrasi, mengembangkan keterampilan berpikir, serta membentuk kebiasaan. Jika anak hanya mengandalkan gadget, mereka memang cepat mendapatkan jawaban, tapi kurang berproses dalam berpikir. Misalnya, kalkulator cepat memberikan hasil hitungan, tetapi pemahaman konsep berhitung tetap penting untuk dikuasai.
Selain itu, terlalu lama menggunakan gadget bisa memengaruhi
kesehatan. Menurut American Academy of Pediatrics (2016), paparan layar
berlebih pada anak berhubungan dengan meningkatnya risiko gangguan tidur, gangguan
kesehatan, hingga masalah emosional. Anak juga bisa mengalami screen fatigue,
yaitu rasa lelah, pusing, atau mata perih akibat terlalu lama menatap layar.
Dengan menyeimbangkan teknologi dan aktivitas lain, anak
belajar mengatur waktu, melatih disiplin, dan mengasah kreativitas melalui
berbagai cara. Mereka bisa tetap menikmati kemudahan teknologi, tetapi juga
tidak kehilangan pengalaman belajar konvensional yang sama berharganya.
Strategi Menyeimbangkan Penggunaan Teknologi saat Belajar
Dengan strategi berikut, teknologi bisa menjadi sahabat
belajar yang efektif, sekaligus tetap memberi ruang bagi anak untuk berlatih
konsentrasi, kreativitas, dan interaksi nyata. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
Membuat jadwal belajar yang sehat
Salah satu kesalahan umum adalah membiarkan anak belajar
dengan gadget tanpa batas waktu. Akibatnya, anak bisa menghabiskan berjam-jam
dengan alasan “belajar”, padahal sebagian besar waktunya terpakai untuk
hiburan. Dengan jadwal yang jelas—misalnya satu jam belajar dengan laptop, lalu
30 menit membaca buku cetak—anak belajar memahami bahwa setiap aktivitas ada
porsinya.
Menggunakan teknologi secara terarah
Tidak semua aplikasi atau platform digital bermanfaat untuk
belajar. Orang tua atau tutor perlu mengarahkan anak pada aplikasi yang sesuai
dengan kebutuhan. Contoh: aplikasi membaca interaktif untuk anak TK, kuis
digital untuk siswa SD, atau simulasi sains sederhana untuk anak SMP. Dengan
begitu, gadget benar-benar digunakan untuk tujuan edukatif, bukan sekadar
hiburan.
Memberikan waktu istirahat dari gadget
Penelitian menunjukkan bahwa otak anak membutuhkan jeda
untuk bisa memproses informasi. Dengan menerapkan aturan istirahat setiap 30–40
menit, anak bisa mengistirahatkan mata dan pikiran. Aktivitas sederhana seperti
jalan sebentar, minum air, atau menggambar di kertas bisa membantu menyegarkan
kembali fokus.
Mengombinasikan dengan media belajar lain
Teknologi hanyalah salah satu alat bantu, bukan
satu-satunya. Anak tetap perlu berinteraksi dengan buku, alat tulis, bahkan
benda konkret di sekitar rumah. Misalnya, belajar berhitung dengan kancing atau
buah, belajar membaca dengan kartu kata, atau belajar sains dengan eksperimen
sederhana di dapur.
Pendampingan dari orang tua dan tutor
Banyak anak belum mampu membedakan kapan teknologi dipakai untuk belajar dan kapan untuk bermain. Di sinilah pendampingan menjadi sangat penting. Orang tua berperan sebagai pengarah utama, sedangkan tutor hadir sebagai pendamping profesional yang bisa menjembatani kebutuhan belajar anak dengan pemanfaatan teknologi yang tepat.
Seorang tutor tidak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga memberi contoh bagaimana teknologi bisa digunakan secara produktif. Misalnya, tutor membantu anak memahami cara mencari sumber informasi yang terpercaya, bukan sekadar mengandalkan jawaban instan dari internet. Saat anak menggunakan aplikasi belajar, tutor bisa mendampingi agar prosesnya tetap terarah dan tidak berubah menjadi aktivitas bermain semata.
Lebih dari itu, tutor juga dapat memberikan variasi metode yang menyeimbangkan penggunaan teknologi dengan kegiatan offline saat belajar. Anak bisa diajak menggunakan aplikasi interaktif untuk latihan soal, lalu melanjutkannya dengan diskusi langsung, menulis di buku, atau praktik konkret.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa usaha dalam menyeimbangkan
penggunaan teknologi juga memiliki tantangan tersendiri. Beberapa di antaranya:
- Kecenderungan
anak mencari hiburan: Anak seringkali lebih tertarik membuka video
atau gim dibanding aplikasi belajar.
- Kesibukan
orang tua: Tidak semua orang tua punya waktu untuk mendampingi anak
secara intensif.
- Akses
internet yang tidak selalu stabil: Bagi sebagian daerah, keterbatasan
koneksi juga membuat penggunaan teknologi kurang maksimal.
- Kurangnya
kontrol: Tanpa pengawasan, anak bisa dengan mudah membuka konten yang
tidak sesuai usianya.
Meski begitu, dengan komitmen dan strategi yang konsisten, tantangan ini dapat diatasi. Kuncinya adalah komunikasi antara orang tua, tutor, dan anak, serta pengaturan aturan yang jelas. Bimbingan belajar hadir bukan hanya untuk membantu memahami materi, tetapi juga mendidik anak agar bisa menggunakan teknologi dengan bijak. Tutor biasanya memiliki pengalaman dalam memadukan pembelajaran berbasis digital dan metode konvensional.
Bimbel AIO Privat telah berpengalaman sejak 2014 mendampingi siswa di berbagai jenjang dengan metode yang fleksibel, menyenangkan, dan disesuaikan dengan karakter anak. Dengan dukungan tutor pilihan, belajar menjadi lebih terarah, nyaman, dan bebas dari distraksi berlebihan.
📌 Untuk informasi lebih lanjut dan jadwal belajar, hubungi 0816853042
Dengan jadwal teratur, pemilihan aplikasi yang tepat, serta pendampingan dari orang tua maupun tutor, anak bisa memanfaatkan teknologi dengan maksimal tanpa terjebak pada dampak negatifnya. Pada akhirnya, keseimbangan inilah yang akan membentuk anak menjadi pembelajar yang cerdas, disiplin, dan bijak dalam menghadapi dunia digital.
Referensi
- Kirschner,
P. A., & De Bruyckere, P. (2017). The myths of the digital native and
the multitasker. Teaching and Teacher Education, 67, 135–142.
- Ophir,
E., Nass, C., & Wagner, A. D. (2009). Cognitive control in media
multitaskers. Proceedings of the National Academy of Sciences,
106(37), 15583–15587.
- American
Academy of Pediatrics. (2016). Media and Young Minds. Pediatrics,
138(5), e20162591.
- Livingstone,
S., & Helsper, E. J. (2007). Gradations in digital inclusion:
Children, young people, and the digital divide. New Media & Society,
9(4), 671–696.
0 Komentar untuk "Menyeimbangkan Penggunaan Teknologi Saat Belajar"